Saat ini teknologi sebagai
produk Kekayaan Intelektual telah menjadi salah satu komoditi yang paling
strategis dalam perdagangan internasional. Kekayaan intelektual memainkan
peranan yang signifikan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini karena
hampir semua kebutuhan manusia dalam abad modern ini berasal dari produk-produk
yang lahir dari kemampuan intelektual manusia di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Berbagai bukti dari negara maju telah menunjukkan bahwa kemampuan
intelektual lebih dominan dalam memacu kesejahteraan masyarakat dibandingkan
dengan keberadaan sumber daya alam. Perguruan Tinggi merupakan institusi yang
menjadi basis aktivitas intelektual oleh karena itu pengelolaan kekayaan
intelektual merupakan kebutuhan esensial yang harus dipenuhi.
Paradigma perdagangan global
telah mengarah pada kompetisi berbasis kekayaan intelektual di mana kekayaan
intelektual dinilai sebagai aset terpenting dalam persaingan dan Indonesia
telah meratifikasi berbagai konvensi internasional di bidang kekayaan
intelektual. Dengan ratifikasi ini maka seluruh komponen bangsa Indonesia
diharapkan merasa mempunyai kewajiban untuk melaksanakannya termasuk unsur
perguruan tinggi. Undang-undang RI No. 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional
Penelitian, Pengembangan dan Penerapan IPTEK Pasal 13 (3) menyebutkan:
"Dalam meningkatkan pengelolaan kekayaan intelektual Perguruan Tinggi dan
Lembaga Litbang wajib mengusahakan pembentukan sentra HKI sesuai dengan
kapasitas dan kemampuannya".
Kekayaan intelektual dapat
menjadi sumber penghasilan dan penerimaan yang berkelanjutan baik bagi inventor
(penemu) maupun lembaga di mana inventor tersebut bernaung. Syarat utama kekayaan
intelektual tersebut bisa menjadi sumber penerimaan yang berkelanjutan adalah
jika (1) kekayaan intelektual tersebut mendapatkan perlindungan hukum dan (2)
dapat diaplikasikan untuk kepentingan masyarakat. Tanpa perlindungan hukum maka
kekayaan intelektual tersebut akan menjadi milik orang lain dan bila tidak
dapat di aplikasikan untuk kepentingan masyarakat maka kekayaan intelektual
tersebut tidak ada yang membeli.
Hasil Riset Perguruan Tinggi Sebagai Kekayaan Intelektual
Konsep dasar dalam pengapresiasian
dan pengembangan hasil-hasil riset tidak dapat dilepaskan dari risalah pengonstruksian
perlindungan hukum bagi kreativitas dan produktivitas manusia. Konsep ini dapat
ditelusuri dari ajaran Lockean yang menjadi landasan filosofis bagi pemvalidasian
eksistensi sebuah kreativitas yang saat ini dikenal dengan HAKI. Konsepsi dasar
hak atas kekayaan intelektual (HAKI) bersumber pada proposisi yang
dipostulasikan oleh John Locke, filosof Inggris abad ke XVII. Inti gagasan
proposisi tersebut menempatkan hak milik sebagai hak yang melekat (inherent) pada kepribadian individu.
Setiap orang memiliki hak untuk mempertahankan hidup dengan karya fisik, ide,
kreativitas dan derivat-derivatnya.
Jika seseorang mengombinasikan
karya manusiawinya, dengan obyek-obyek alamiah dan menambahkan sesuatu dari
dirinya, maka secara otomatis hasilnya merupakan bagian dari kekayaannya, dan
tidak dapat dihilangkan dari dirinya tanpa seizinnya. Untuk itu, semua manusia memiliki hak-hak alamiah
tertentu dan untuk menikmati hak-hak tersebut tidak memerlukan izin dari
pemerintah. Proposisi ini sesungguhnya menggambarkan proses interaksi (structural
coupling) antara manusia dan alam sebagai syarat minimal untuk hidup
manusiawi. Namun demikian, seluruh derivat dari structural coupling itu seharusnya tidak membatasi orang lain dalam
melakukan atau menikmati derivat tersebut secara wajar.
Deskripsi di atas membimbing kita pada kesimpulan yang mengkualifikasi
hak milik intelektual sebagai hak kodrat dan ia harus diberikan perlindungan
sebagai bagian dari hak kodrat yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada manusia.
Dengan demikian ia dapat dikategorikan ke dalam nilai-nilai universal yang
harus dihormati oleh manusia sebagai subyek hukum. Berdasarkan uraian di atas
maka hasil riset perguruan tinggi dapat merupakan hak kekayaan yang melekat
pada penemunya.